Lantunan ayat suci Al-Qur’an memiliki getaran yang menenangkan jiwa. Bagi seorang mukmin, mendengarnya adalah sebuah kenikmatan. Namun, interaksi kita dengan Al-Qur’an tidak berhenti pada kenikmatan semata. Terdapat etika atau tata krama yang Allah SWT tetapkan saat kalam-Nya diperdengarkan. Banyak orang mungkin mendengarkan, tetapi tidak menyimak. Banyak yang diam, tetapi hatinya tidak hadir. Mengetahui dan mengamalkan adab saat mendengar Al-Qur’an dibacakan adalah kunci utama untuk membuka pintu rahmat Allah SWT.
Artikel ini akan menguraikan secara mendalam apa saja kewajiban kita ketika Al-Qur’an dilantunkan, agar kita tidak hanya menjadi pendengar pasif, tetapi juga penerima keberkahan yang aktif.
Perintah Utama: Mendengar dan Diam (QS. Al-A’raf: 204)
Landasan utama mengenai etika ini termaktub jelas dalam firman Allah SWT. Ini bukan sekadar anjuran, melainkan sebuah perintah tegas yang mengandung janji agung.
Allah SWT berfirman:
(Wa idzâ quri’al-qur’ânu fastami‘û lahû wa anshitû la‘allakum turhamûn)
Artinya: “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raf [7]: 204)
Ayat ini menggunakan dua kata kerja perintah yang spesifik: fastami’u (dengarkanlah) dan ansitu (diamlah). Para ulama tafsir menjelaskan bahwa istima’ bukan sekadar mendengar (sima’/hearing), tetapi menyimak dengan penuh perhatian (listening). Sementara inshot adalah diam total secara fisik dan lisan, demi memfokuskan hati pada ayat yang dibaca. Mengamalkan dasar adab saat mendengar Al-Qur’an dibacakan inilah yang menjadi sebab turunnya rahmat.
Rincian Adab Saat Mendengar Al-Qur’an Dibacakan
Selain dua perintah utama tadi, para ulama merincikan beberapa sikap yang sebaiknya kita lakukan untuk menyempurnakan adab kita terhadap Kitabullah.
1. Fokus Menyimak dan Tidak Berbicara
Ini adalah implementasi langsung dari perintah ansitu (diam). Ketika Al-Qur’an dibacakan, seorang muslim wajib menghentikan aktivitas lain dan percakapan yang tidak perlu. Termasuk dalam hal ini adalah mengabaikan gawai, tidak mengobrol, atau sibuk dengan urusan duniawi. Kita harus memberikan penghormatan tertinggi seakan-akan kita sedang mendengarkan Allah SWT berbicara langsung kepada kita melalui lisan sang qari (pembaca).
2. Menghayati Makna (Tadabur)
Adab tertinggi bukan hanya diam secara fisik, tetapi mengundang hati untuk hadir. Kita berusaha merenungkan makna ayat yang sedang dilantunkan. Jika kita memahami artinya, kita merenungkan kandungannya. Jika tidak, kita tetap hadirkan hati untuk merasakan keagungan kalam tersebut. Proses inilah yang disebut tadabur, yaitu upaya memahami pesan di balik lafal yang indah.
3. Melembutkan Hati dan Menangis
Dampak dari tadabur yang berhasil adalah melembutnya hati (khusyuk). Hati yang khusyuk akan mudah tergetar. Menangis ketika mendengar Al-Qur’an adalah sunah yang dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabat. Ini bukanlah tangisan yang dibuat-buat, melainkan tangisan khasyyah (takut karena kagum) atau tangisan rindu atas kebesaran Allah. Rasulullah SAW pernah meminta Abdullah bin Mas’ud membacakan Al-Qur’an untuk beliau, dan ketika sampai pada ayat tertentu, kedua mata beliau berlinang air mata.
4. Menghindari Perbuatan Sia-sia (Laghwu)
Termasuk dalam kategori mengabaikan adab adalah melakukan perbuatan sia-sia (laghwu) saat Al-Qur’an dibaca. Fenomena seperti nyawer (memberikan uang kepada qari saat sedang membaca) dalam beberapa tradisi, meskipun mungkin dimaksudkan baik, adalah perbuatan yang sangat bertentangan dengan adab. Hal ini mengganggu kekhusyukan pembaca dan pendengar, serta merendahkan kemuliaan Al-Qur’an sebatas tontonan atau hiburan.
5. Melakukan Sujud Tilawah
Jika kita mendengar seorang qari membaca ayat sajdah (ayat-ayat tertentu yang ditandai dalam mushaf), kita disunahkan untuk langsung melakukan sujud tilawah satu kali. Ini adalah bentuk ketundukan instan kita atas perintah dan keagungan Allah yang baru saja kita dengar.
Adapun bacaan saat sujud tilawah adalah sebagai berikut:
(Sajada wajhiya lilladzî khalaqahû wa shawwarahû wa syaqqa sam‘ahû wa basharahû bi haulihî wa quwwatihî, fatabârakallâhu ahsanul khâliqîn)
Artinya: “Wajahku bersujud kepada (Allah) yang menciptakannya, membentuknya, dan membuka pendengaran serta penglihatannya dengan daya dan kekuatan-Nya. Maha Suci Allah, sebaik-baik Pencipta.”
BACA JUGA: Penghafal Al-Qur’an Wajib Paham Tajwid? Tentu Saja, Simak 4 Alasan Utamanya di Sini!
Mencetak Generasi Qur’ani Bersama PTQ Syekh Ali Jaber
Menerapkan seluruh adab ini secara sempurna membutuhkan fondasi kecintaan yang mendalam terhadap Al-Qur’an. Kecintaan ini harus kita pupuk sejak usia dini, agar generasi penerus kita tidak hanya fasih membaca, tetapi juga memahami kemuliaan dan adab berinteraksi dengannya.
Bagi orang tua yang mendambakan putra-putri mereka menjadi seorang Hafidz (penghafal) Qur’an yang beradab, Pesantren Tahfidz Qur’an (PTQ) Syekh Ali Jaber hadir sebagai solusi terdepan. Pesantren ini dirancang khusus untuk mewujudkan cita-cita tersebut melalui berbagai program unggulan:
- Kurikulum Menghafal Al-Qur’an Dalam Setahun Program ini bukanlah janji semata, melainkan sebuah sistem intensif yang terstruktur. Dengan disiplin dan bimbingan penuh, santri difokuskan untuk menuntaskan hafalan 30 juz dalam waktu satu tahun, mengoptimalkan masa emas mereka untuk Al-Qur’an.
- Metode Otak PTQ Syekh Ali Jaber tidak menggunakan metode hafalan tradisional yang memberatkan. Pesantren ini menerapkan “Metode Otak”, sebuah pendekatan modern yang mengoptimalkan fungsi kognitif dan daya ingat. Metode ini menjadikan proses menghafal lebih intuitif, menyenangkan, dan lekat dalam ingatan jangka panjang.
- Hafalan Syarah Matan Tajwid Seorang Hafidz sejati tidak hanya hafal lafalnya, tetapi juga wajib hafal ilmunya. Di sini, santri tidak hanya menghafal Qur’an, tetapi juga menghafal Syarah Matan Tajwid (seperti Matan Al-Jazariyyah). Mereka akan menguasai ilmu tajwid secara mendalam sehingga bacaan mereka mutqin (presisi) dan sesuai kaidah.
- Ijazah Al-Qur’an Bersanad ke Rasulullah SAW Inilah keunggulan tertinggi. Lulusan PTQ Syekh Ali Jaber berkesempatan mendapatkan Ijazah Sanad. Ini adalah sertifikasi otentik yang membuktikan bahwa hafalan dan bacaan santri telah divalidasi, dengan rantai transmisi (sanad) guru yang bersambung tanpa putus hingga kepada Rasulullah SAW. Ini adalah standar emas dalam tradisi ilmu Al-Qur’an.
- Kesempatan Pengambilan Sanad di Madinah Sebagai puncak dari perjalanan Qur’ani, santri-santri terbaik akan difasilitasi untuk mengambil sanad langsung di kota suci Madinah. Mereka akan belajar dan diuji oleh para Masyaikh (ulama ahli) terkemuka di dunia, sebuah pengalaman tak ternilai yang menyempurnakan keilmuan mereka.
Jangan biarkan impian Anda memiliki generasi penghafal Al-Qur’an yang beradab dan bersanad pudar. Daftarkan putra-putri Anda di Pesantren Tahfidz Qur’an (PTQ) Syekh Ali Jaber dan jadikan mereka penjaga Kalamullah yang sesungguhnya.